Awan Berarak
Kemana larinya awan berarak?
Selepas hujan angin berhenti di depan pintu terbuka
Membawa bulirbulir angin; bening
mencipta pelangi di tepitepi
Aku melihatnya di sudut kamar
di antara air & mata
Juli 2009
Kemana?
Kemana harus bercerita? Bila telingatelinga tertutup
Aku pergi, entah lari atau sembunyi
namun terhadang jeruji dan aku dapati
kakikakiku terikat rantai besi
Berdiam diri, merenungi
mengais sisasisa empati
Sinis terjadi!
Juli 2009
Nikotin,
Seperti batang-batang rokok
Kau pikat aku dengan nikotin di tubuhmu
Kau isi ronggarongga hidungku dengan aromamu
Bersamamu..
ku dapatkan kebanggaan sebagai Aku
ku rasakan kewibawaan menjadi Aku
di sampingmu..
ketenangan menghampiri
aku mencintaimu..
meski ku tahu perlahan kau membunuhKu!
Juli 2009
Haruskah?
Haruskah salahkan angin yang bawa tempias hujan
atau hujan sengaja mengundang angin
Padahal aku tlah coba berteduh
Juli 2009
Sungguh!
Sungguh!
Aku tak paham kehendakMu
Kau ajak aku arungi mimpi
Namun, Kau bangunkan aku ketika ku mulai larut
Hentakkan aku
sebelum ku reguk manisMu
Kau kembali
Dan aku tersedak!
Juli 2009
Malam ini,
Malam masih menguburku di tepinya
meninggalkan raut sepi di depan mata
Aku sendiri di dalamnya
Memandangnya, memandang duka dalam luka
di antara Derita
Akhirnya, Ia pun tiba membawa bunga aneka warna
Juli 2009
Cobalah
Cobalah singgah sejenak
perhatikan rona senja tersipu
Menyambut matahari di peraduan
Lalu menghilang di antara bintang
Cobalah tengok sesaat
musim hujan telah tiba
angin begitu buas menggilas
Kakikaki tanpa alas
Dan aku terhempas..
Juli 2009
Seperti matahari,
Seperti matahari,
Ia hadir menghapus kegelapan
dan kesepian
Memberi keindahan makna warna
membuka matamata para pengembara
Ia tegar, ia sabar
tetap berhias senyum
Selalu anggun
Seperti itu Nurani!
Juli 2009
Tebal Muka,
Ku sandarkan bahuku di sore itu
debu-debu menghampiri
tak ku tepis, hingga tebal mukaku
hujan tak jua tiba
tak jua Kau!
Juli 2009
Aku ingin,
Aku ingin hari ini selalu dikenang
bahkan jika aku harus dibuang
atau jadi arang
kemudian mereka bilang "Terima kasih, karena Kau kita pun menang.."
Juni 2009
Sudah,
Matahari baru saja pergi
membawa mimpimimpi tadi
menggoda mata untuk membuka
lembarlembar tanya selimuti hati
-aku tahu tak nyata-
Ah, terlalu indah
walau kini habis sudah..
Juni 2009
Pagi ini,
Aku terbangun
ketika ia masih berselimut embun & daundaun
sementara mata masih mencaricari
Mimpi tadi menggoda imaji
menertawai diri sendiri.
Juni 2009
Rembulan,
Rembulan begitu menggoda
Ia menghampiriku dan minta dimanja
senyumnya sangat manis
ketika ia menangkap lirikan mataKu!
Juni 2009
Desember 2006
Mata ini
Melihatmu sepotong tahu
Di atas meja sisa makan tadi malam
Bercerita tentang Dia pada meja yang kaku
Terdiam…
091206
Duduk di halte
Menatap purnama yang semakin condong ke barat
Desir angin yang membawa kabut dingin
Lampu lampu kendaraan di jalanan sepi
Adalah wajahmu yang kupandangi di sini
Di tempat yang kita sepakati menjelang pagi
(sebelum malam luruh oleh senyum mentari)
1206
November 2006
Salam untuk matahari
Bayang bergeliat di sela kaki
Mengajak mimpi berlari
Lari di antara cicit burung
dan kokok ayam
dari teras
Mekar melati kabarkan
Kabar, tentang murung matahari
Dalam derum menggumpal
kabut yang lembut mencerna maut
071106
Menjumpamu
Tak seperti menghirup udara
Setiap waktu sesukaku
Sesekali ku campur
dengan asap tembakau
Menjumpamu
Seperti membeli baju lebaran
Hadiah dari Bapakku
Sebab kamu adalah rumput di tanah lapangku
Tetap ada meski kemarau menerpa
081106
Dinding
Coba kau perhatikan
Dinding itu pun
punya mata yang mengawasi
Gerak gerik hati kita
Saat detak mendahului detik dan mata
Menjadi nanar dalam bisu
Dinding itu menjadi saksi
Dengan mata yang tak pernah rabun dan terselip
Debu dari musim panas berkepanjangan
Dinding itu (mungkin telah biasa
Melihat kita) menjadi puing
111106
Pukul 03:03 ada yang terjaga
Pukul 03:03 ada yang terjaga
Dari mimpi tentang surga dan para ksatria berkuda
Tentang peperangan yang dimenanginya
Siang tadi,
Lalu angin
menggumamkan mantra
menyirapnya agar terlelap
kembali
131106
Di tepi senja tadi
Di tepi senja tadi, awan berarak ke utara
Mungkin lelah
Setelah seharian tadi bergumul dan memuntahkan
Amarahnya di atas kota itu
Dan tak pernah peduli
Untuk menengok
Lagi…
Nov,06
Dan Pagi
Adalah matahari yang mencumbuku
Selepas kau bangun dan bergegas
Pergi dari tempat ini
Butir butir embun itulah yang menggerayangi tiap pori
Sambil sesekali mencium ujung kulitku
Kemudian lenyap sebelum sempat ku hela nafas
Dan angin menidurkan ku
Kembali di pangkuanmu
181106
Matahari
“Bukan salahku” katamu
Saat angin membelai rambut malam
Menerbangkan helai helainya yang lapuk
Terbungkus mata
Mata yang terkenang
“Bukan salahku, salahkan matahari
Yang membunuh kenangan
Dengan hangat terbitnya”
Nov 06
Balada tiang listrik
Dari pinggir jalan
Tak terhitung berapa
Wajah yang kulihat di balik kaca
Mobil mobil yang selalu berdesakan
Di waktu terbit dan tenggelam
Wajah ceria anak anak berseragam
Sambil lalu mengeja pamflet yang ditempel di tubuhku
Oleh orang kikir tak mau bayar pajak
Siapa peduli
Pada angin kabarkan badai
Ledak guntur pecah gema
Samar kulihat wajah lelah
Di balik kaca berembun
Diantara bunyi klakson
021006
September '06
Waktu menunggu
Tak seperti menunggu
Hanya diam terduduk sewaktu waktu melirik
Menyapa…
Terang waktu di hati, di kursi
Merebut sinar matahari
Tak seperti menunggu
Remah berceceran di tanah; jangan dihirau
Cicit burung resah dalam sangkar
Jadi teman satua arah
040906
Batu
Pada siang terik
Matahari menguap keringat
Dan peluh membakar
Tubuh lusuh, luruh
Bayang terpaku pada batu, bisu
130906
Satu Bulan
Cukupkah satu bulan
Menerangi jagat
Yang gelap sepanjang waktu
Satu bulan aji mumpung
Cukup untuk berkemas
Mumpung terang
Jangan lupa berias
Bukankah di balik bulan itu ada pesta
130906
Kembali,2
Senyum yang kau ukir senja itu
Menjadi kerlip yang kusimpan
Dalam kamar kecil, di pojok tembok
Bulan menganggun di antara mata
Masihkah ada tanya
Tentang bintang timur yang setia
Menunggu esok senja terukir kembali
130906
Dan hujan turun
Dan hujan turun ditengah lapang
Sebagian menyelusup di sela rumput
Sebagian terbang menghilang; jadi awan
Senjapun datang dan matahari bersandar
Di punggung meresapi kata
Mata ini masih menyimpan bias senyumMu
160906
Déjà vu (Mesin waktu)
Kau yang kusetubuhi dalam gelap
Jalan itu masih sama, kali ini bukan malam
Hanya kamar temaram, di taman, lampu tak jua padam
Apakah itu matahari yang menyelinap
Di jendela membakar tubuh beku
Sayap sayap terbangkanku pada tepi senja
Angin menghembus aroma teluh
Malam membasuh belantara bintang
Harusnya kusetubuhi kau
170906
Puisi
Di kamar ini aku dan kau
Mengiris kata kata di atas meja
Merebusnya hingga matang; menjadi puisi
Untuk menentang langit
Untuk menggerakkan angin
Untuk membakar istana
Dan meratakan gunung yang arogan
dengan Sabda
210906
Jejak
Melangkahlah padaku
Setapak setapak; tak perlu berlari
Ranjang ini masih menyimpan malam
Di bawah bantal berguling dingin
Jejakmu masih tampak jelas
Di atas debu yang menutup batu
210906
Bakar!
Bakar! Bakar!
Semua bukti yang menyudutkan
Jadikan abu sampai ke akar
Bakar! Bakar! Bakar!
Alam atau manusia yang meranggut
Sama saja karena embun pagi, pagi nanti pasti
Sebelum hujan membunuh dan menghempasnya keselokan
210906
Ranjang
Ranjang gosong di kamar itu
Bersepreikan debu
Sejak malaikatnya pergi lalu
Membakar malam malam surga
Menjadi abu abu abu
210906
Merdeka
Seperti embun yang melepas jubah malam
Menyongsong mentari dengan senyum
Lalu terik perlahan merampasnya
210906
1 Manusia & 1 Gelas Kopi
Sore hari di Tampomas
1 manusia & 1 gelas kopi
Memandang mobil motor lalu lalang
1 gelas kopi; menemani sepi yang sekarat
1 manusia; menyeruput malam sekali lagi
Ciganjur, 230906
Lebaran kali ini
Di langit, bedug lama bertalu
Di bumi, petasan kembali biru
Di atas pusara, matahari malu
260906
Agustus '06
Laut yang melahap matahari senja
Tubuh ini adalah
Laut yang melahap matahari senja
tidak pada lintang atau bujur
angin malam mengantar nelayan ke peluknya
hanya bintang yang menuntun
Jiwa ini adalah
titik-titik embun yang membasahi putik bunga
sisa jejak-jejak halimun
mengaburkan purnama
Sampai di sini harus di akhiri
GC, 12 Agustus 2006
Istimewa
-Untuk Mumtaz-
seperti rumput yang menggantung embun
pada ujungnya membias kilau pelangi
cicit burung menjadi rhytm
Saat senyum kau sibakkan
dari wajah yang tertunduk
sepasang mata putih hitam melirik
Kebahagiaan
-bahkan semutpun lupa bersalaman-
GC, 18 Agustus 2006
Selepas kini
Pura-pura saja ia
saat mandi di bawah pancuran matahari
tak nampak bosan menyentuhnya
Coba saja tahan ia
beberapa saat pasti kembali
menyeruak senyum di sela bibirnya
Masih semangat tampangnya
bercerita tentang perjalanan ke sini
selepas ujian ia
tersesat memutari jalan yang sama
“menerka-nerka jalan yang pernah kita lewati walau hanya sekali”
Jika saja...
Kini hanya tersisa gambar di kursi
GC, 21 Agustus 2006
Cermin
Cermin yang tergantung miring
Di kamar itu kau
Mengamati gerak gerikku
Sesekali mata kita bertemu
Mewartakan duka dalam pasungan
Agustus 2006
Dzikir
Di langit malam ini
Berkumpul doa para pengembara
Menjadi gugus bintang
Yang bertahajjud padaMu
Agustus 2006
Tahukah rasanya keinginan dan ketakutan bercampur cemas
(dalam ketidakpedean)
Seperti cermin retak dalam ruang rias pengantin
Seperti aku dihadapkanMu
Agustus 2006
Penjaga Gudang
Siang hanyalah lampu neon
Dan langit adalah tumpukan pallet
Menyimpan malam di sudut sudut
Dibalik pintu surga yang terbuka
Setelah bel berbunyi
Malaikat malaikat berhamburan
300806
Juli '06
Haiku
/I/
Segelas es tawar
O, Nikmat
Dalam cucuran keringat
/II/
Kokok ayam
Sinar mentari
Perlahan membuka mata
Tanka
Kumandang adzan
Menyeruak dalam pekik
Terlintas bayang
Gagak terbang memutar
Di atas kepala kikuk
Juli 2006
Silahkan!!!
Datang saja ke sini
biar kancing ini jadi saksi
saat perlahan kau lucuti
Kita telanjang
tiada hijab terpasang
dalam mata yang selalu menerawang
Mata ini adalah cincin yang menghias jari manisMu
Juli 2006
Kembali, 1
/I/
Setelak ribuan matahari terbit tenggelam
Akhirnya anak kesayanganMu kembali
Ia masih seperti dulu
Sebelum lari dariMu
hanya tubuhnya semakin hitam
/II/
Terulang kembali:kau campakkan Aku
Ke lembah sunyi tanpa kata kata
Juli 2006
Pagi waktu Lido
angin yang membawa dingin
di pagi pada sela kaki gunung yang semalam kulingkari
riuh pohon menjatuhkan daun tua
ada yang mengganti kulit malam di bawah pancuran matahari
lembut mengusir kabut yang bergelayut
pada mata merah tersisa gundah,
semalam ia resah melafadzkan gambarMu
Ciputat, Juli 06
Dahulu ia
Dahulu (sebelum sungai itu menjadi
selokan hitam) ia mengajariku berenang
mengarungi riak
juga jeramnya
Waktu itu (sebelum petak sawah menjadi
pabrik yang kotorannya menghitamkan
sungai) ia memberiku senyum tulus
dalam kubangan lumpur
juga ketika (bukit belum menjadi
rata dan ditinggikan oleh gedung kaca) ia memaknai
kerja keras menuju puncak
ada tebing yang harus didaki
ada jurang yang harus dilalui
Kini (di sisa halaman yang ada) aku menantinya
kembali
Ciputat, Juli 06
Sebelum akhirnya
Masih jelas di sini
bayang yang memanjang darimu
ketika lampu-lampu menyorot
tiap gerak
tiap lekuk gemulai
Burung gagak yang berkoak di puncak senja
“lihat matahari itu undur perlahan
setelah ia melakukan tugasnya
sebelum akhirnya, akupun ingin seperti itu”
Ciputat, Juli 06
Malam di Lido
Di sini...
Kubingkai bayang pada dinding malam
Agar bisa kupandangi Kau seluruh
Lalu senyum seteduh rembulan dan mata
Sekerdipan bintang
Melukis jelas wajahMu
Disana...
-Apa kabarMu?-
Lido, Juli 2006
Bunga yang menjadi debu
sudah berulang kali:di pagi basah
dalam bening embun
kau semai bibit bunga
pada sepetak tanah
satu satunya milikmu
Akan kupersembahkan bunga ini
untuk Kekasihku nanti malam
sambil tersenyum membayangkan
malammu dengan Kekasih nanti
Lalu kau rawat bunga itu sepanjang waktu
diberi pupuk terbaik:agar kau
menjadi bunga terbaik
harapmu padanya
sebelum tiba angin memetik
menerbangkan bunga
menjadi debu di sore harimu
Masih ada esok hari: bisikmu
03072006
Matamu Mataku
Adakah kesempurnaan tercipta antara kita
dari matamu juga mataku
Matamu adalah lampu tembak
yang kau sorotkan ke pupil mataku
ketika kuterbangun dari tidur
bukan tak mampu memandangmu
Mataku adalah Cermin
Yang Retak
apa yang kau lihat?
Matamu atau Mataku
(kita sepakati)
Ciputat, 14 Juli 2006
Tanka
Kumandang adzan
Menyeruak dalam pekik
Terlintas bayang
Gagak terbang memutar
Di atas kepala gemetar
Juni '06, 3
Rembulan menghiba sepi
Rembulan menghiba sepi (seperti kucing yang
menatap
di tengah makan siang) di sisa malam
di antara warna-warni lampu jalan dan sorot mata pekerja malam. Ia undur di balik gedung namun sinarnya masih memantul (dan tampak lebih tua, berkeriput) di kaca-kaca jendela, di kolam taman,
di sini...
Bulan yang mulai pucat kini (seperti
anak gadis yang hilang
keperawanan) tegakkan kepala menyambut mentari, sementara bintang satu-satu pergi.
Ciputat, 20 Juni 2006
Kertamukti, 1
Matahari yang menyembunyikan bayang di antara jejak kaki; rimbun pohon tak dapat mencegah keringat yang melunturkan taburan bedak, juga debu-debu yang menyelinap di pori kulit
angin perlahan lalu...
Raungan yang mengajak zikir dari toa-toa di menara; peduli amat, lipstik belum dipoles, parfum berganti apek; pak polisi tak mau ketinggalan menyeruput es teh sambil sesekali matanya melirik; pengendara motor tanpa helm; kepedean
Ciputat, 22 Juni 2006
Kertamukti, 2
- Mendung menjadi penengah antara gelap timur dan merah barat: abu-abu senja
- Langit bersepakat Matahari memerah;
- bunga sedap malam bermekaran
sudah
Ciputat, 22 Juni 2006
Angin yang menggigil
- Untuk Mimi -
Aku dengar kabar dari angin yang menggigil
Ia mengajakmu pulang
Dari kamar mungil
Ke ranjang
sunyi
Bulan bulan yang menyatukan kita
meninggalkan
kenangan menggantung
pada dinding bisu
Ciputat, 23 Juni 2006
bunga di halaman
Ku petik bunga di halamanmu
kutanam di halamanku sambil
melirik
halaman lain: masih adakah
bunga yang mekar? Biar kupetik!
Di halamanku ramai
Sebelum senja tiba satu satu layu
Mati
Ku kubur di taman makam bunga sebelum gelap
memeluk
hanya sedap malam yang berziarah; berdoa agar
terlepas dari sini
Ciputat, 23 Juni 2006
Ragara
Sabar
terus sabar
Ia masih mendengar
meski semua hingarbingar
atau kau datang dengan muka sangar
Raturatu pengundang nafsu
satusatu menjadi piatu
kecuali Aku
kamu
Ragara
garagaraga
ragaragaragara
garagaragaragaraga
Mata-Nya jadi bara
Ciputat, 24 Juni 2006
Langit ketujuh
Waktu itu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang) Kau mendekat
mengajakku bermain (setelah telibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar) ke puncak tujuh langit
Lalu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar angin
warna-warni dan
deru) perlahan membunuhku
Ciputat, 25 Juni 2006
Senyum langit
Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar menyapa mimpi yang baru ku rangkai, lalu lelap
menenggelamkanku sebelum sempat ku simpan
senyummu di sudut mata
Pagi ini ku cari senyummu di tumpukan buku, di bawah kasur
Moga-moga ada
biar ku simpan dalam pigura;dan
ku kirim untuk semesta
tadi
langit meminta senyummu;kembali
Ciputat, 27 Juni 2006
Sonet:Hendak(ka)lah!
Jika malam ini tak ku dapati
entah nasib puisi nanti
reduplah! Mata-mata jalang yang menatap
nada-nada sinis mengalun tanpa rima
imaji menelungkup di akar-akar rumput
hendaklah!Malam ini disempurnakan
Sesaat bunyi merenggut makna
yang mengapung dalam hampa
aku lalai terlena dalam rayu
Roh Yang MahaMaha
indah dalam dekapannya;walau
fatamorgana yang Kau berikan
aku tekadkan bila...
hendakkah?Malam ini disempurnakan
Ciputat, 29 Juni 2006
Musim penghujan
Musim penghujan ini, Para penyair kembali ke ladang-ladang bait
Menyemai bibit-bibit kata yang di dapat dari hutan bintang utara
Berharap-harap: semoga tahun ini swasembada puisi
Ibnu Shina, 30 Juni 2006
Tentang 3 Langit
[1]
Sisihkan sedikit untuk bekal nanti
Tabung sedikit batu
sedikit debu
sedikit kayu
juga daun
matahari mungkin enggan berpijar
juga bila nanti
Pun mungkin...
Sisakan untuk bakal nanti
Simpan sisa batu
Sisa debu
Sisa kayu
juga daun
Karna langit
Pun...
[2]
dalam lemari itu
kau sembunyikan
Dunia
Langit;
dan
Bintang kecil
yang
kau tinggalkan setelah amarahNya reda
[3]
hari ini ku lihat wajahmu
seperti langit
semalam:awan menjadi bedak
yang menutupi bintang-bintang
juga bulan tersamarkan
-malah semakin kelam-
Ciputat, Juni 2006
Ku Lihat Senyummu
Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar
menyapa mimpi yang baru kurangkai
lalu lelap menenggelamkanku
sebelum ku simpan senyummu
di sudut mata
pagi ini ku cari senyummu
di tumpukan buku
di bawah kasur
moga-moga ada
nanti ku pajang dalam pigura; dan
Ku kirim untuk semesta
Baru tadi langit meminta senyummu, kembali
Ciputat, Juni 2006
Juni '06, 2
Indah Matamu
Api yang berada di indah matamu
semalam aku pinjam untuk mengusir dingin
yang menusuk sendisendi khayalku,dan
menerangi gelapnya mimpimimpi
Api yang ku ambil dari indah matamu
meredup seiring fajar
lalu padam di ambang sadar
Menyisakan abu putih berkilauan
dalam sinar mentari pagi
Abu sisa api yang ku ambil dari indah matamu
Aku tempa beserta dingin senyummu
ku jadikan cincin
darimu untukuberikan padamu
Tampomas, 7 Juni 2006
Tentang Sepi
Ramai yang menggantung dendam di langitlangit
renyeruak ke tengahmalamku
menaburinya dengan cekikikan bintang
menyudutkanku ke tempatsampah
hanya sebatas kata dalam puisi bahkan mimpi mimpi
tak punya tempat pasti
Singgah dalam jiwa penyair sekali-kali
lalu lenyap ditusuk hirukpikuk
ku bawa dendam yang menggantung
ku hujamkan pada jantung
Ramai
terserak bersimbah arak
Kini
hanya aku
Asrama, 8 Juni 2006
Aku & Kata
Malam ini ku cumbui kau dalam dingin
ku rebahkan tubuhmu di ranjang sunyi
kau pejamkan mata sayumu, pasrah dalam sepi
Saat satu-satu ku lepaskan kancing mimpimu
ku sisipkan gelap rambutmu di antara jemari
Lalu lusuh hujan menyirami imaji
Malam ini akan ku setubuhi kau dalam bait
setelah reda dingin yang menusuk
haru perlahan-lahan menghampiri
pecah
Ku buahi dengan puisi
Sambil berharap kau melahirkan makna
Asrama, 8 Juni 2006
Senyum
Sekilas sebelum kau buang muka; lalu kita berpisah di belakang rumah
tanpa menoleh kau susuri jalan; meninggalkan sia-sia
Hanya senyum, yang kusimpan di selasela gundah; lalu jalan menuntunku
kembali ke kamar yang semalam tak sempat kutiduri
Matahari tampak lelah; ku lihat ia menyelusup dalam selimut awan
sebelum gelap menutup sisa kesiasiaan
KMF, 6 Juni 2006
Bulan hampir sempurna
saat perlahan ia undur di antara kokok-kokok ayam;bintang memberi senyum-terlihat sinis-langit melukis bayang
Seseorang
terbias dingin embun
Sayup adzan mengalun di sisa sepi
meninabobokan rembulan yang terkantuk-kantuk;menggiring fajar yang terasa kecut
juga deru bising
Menyerobot...
Lukisan bayang pelanpelan pudar
berganti mekar bunga rafflesia
semoga pagi hadirkan mimpi
Asrama,14 Juni 2006
Senyum itu
Seperti kunang-kunang di gelap malam, juga merdu nyanyian jangkrik yang meninabobokan mata rembulan
Adalah luka yang di dapat ketika main petak umpet, lalu doa dan nasehat menjadi penisillin yang mengeringkan luarnya, tapi dalamnya: nanah seperti bubur kacang ijo yang kurang santan
Ciputat, 20 Juni 2006
Selamat Pagi
Hangat mentari
Sejuk embun pagi
segelas kopi kental, atau
matahari yang terlalu cepat terbit
Asap tabunan
Derum knalpot
Pemburu waktu diburu, juga
lantang pekik kondektur;macet lagi!
Ciputat, 20 Juni 2006
Juni '06, 1
Hujan
Hujan ini adalah
keringat yang kita peras tadi malam
Setelah kita membunuh 30 orang kafir
Kilat ini seperti kokok ayam
Yang setia menyambut pagi
Memberi batas waktu untuk kita sudahi
Petir yang menggelegar di sini
Adalah derik ranjang besi
Yang kendur melawan waktu
Hujan ini
Kini menyirami ladang-ladang
Yang selalu merasa gersang
Tampomas, 2 Juni 2006
Surga itu
Ada di bawah telapak kaki ibu:katamu
Sayang ibuku tiada,tapi
Kulihat:ibuku wanita ->ada
wanita
Telapak kakinya merah muda
Juga betisnya...
Aku tenggadah
Kawan:surga itu ada di atas telapak kakinya
Ciputat,03 Juni 2006
Mulanya
Pada mulanya kata
Tercecer di tiap-tiap benda
Lalu ku rangkai dalam lemari puisi
ku beri warna juga bunyi
Semalam kata mengeluh
“lemari puisi terlalu sesak
penuh aroma ketiak,apek”
Dahiku mengkerut,tak ada tempat lagi
Aku takmau repot:kupotong
Ciputat, 4 Juni 2006
Rindu dingin
I
Di kamar ini ada rindu yang meracau
Dari suara hati yang parau
Ketika rinai hujan mengalun
Bersama petir, menjadi harmoni
2:30 ada igau lembut
Di antara dengkur dan helaan-helaan nafas
Panjang
Juga angin yang menggiring dingin
II
Dingin itu yang mempertemukan kita
Ketika bintang-bintang berserikat,sembunyi
Bulanpun pucat menutup diri
Kita berdua sepakat, di sini
Diam tanpa imaji
Juga naluri kita simpan dalam peti
Hanya nurani, biarkan berlari, hingga lepas
Sendi-sendi lutut kita
Ciputat, 4 Juni 2006
hari ini
ketika titik embun melahirkan kata kata
kuhanyutkan tubuhku dalam pusaran cacimaki
Sunyi sebelum deru motor menabraknya
bahkan langit tak nampak biru
Hanya matahari masih lelap di ranjangnya
berselimut awan awan kelabu
Kupersembahkan ragaku pada luka
namun nyeri tak jua menghampiri,lalu
Kuberikan tulangbelulangku pada anjing anjing yang meraung haru
Dan kugadaikan airmataku pada amarah agar
tak ada nestapa
Tiada yang ingat hari ini
Ketika Batara Kala menelan mimpi mimpiku
Kusisakan hatiku untukMu
Tampomas, 5 Juni 2006
setangkai
Setangkai bunga ku pegang, sisanya di mana mana
di sudut jendela lagi bimbang
di samping kubur sedang tafakur
di atas langit langit melayang
Setangkai bunga yang aku genggam, coba berontak
sembunyi di selasela jemari
Ku cengkram erat, ketat -tak kan ku biarkan lepas-
Bunga itu menusukku denga duri durinya
Menyirami tubuhnya dengan darahku
terkejut
Ku buka tanganku, bunga meloncat –ngibrit-
GC, 6 Juni 2006
Mei '06, 2
Gusti
Duhh Gusti...
Semakin aku takut menjadi
Semakin aku menjadi
Berlari tak jua hilang nyeri
Dalam hari-hari bahkan mimpi
Tiada tepi;henti, mencari tak pernah pasti
kudapati puisi Sapardi
“Duka-Mu abadi”
Ciputat, 12 Mei 2006
Purnama
Aku menyerah
Saat senja memerah
Purnama ada di ufuk, itu pertanda!!
Sudah waktumu sendiri, aku sendiri; lepaskan aku menuju kerlip atau terik
O,Mentari malah mengusik
Aku tak butuh simpati
Cinta kita sudah cukup, kita akhiri;biar purnama yang mengawal
Perjalananku untuk malam
Sedikit khusyuk dari hati yang tunduk
Aku tak butuh hiruk pikuk
O,
Biarkan khayal selugu sayang, aku sayang; Putus!
Ciputat, 12 Mei 2006
Siapa dimana?
Dimana aku?
Terasing mengasing; terkucil mengucil][terjebak menjebak, tertinggal meninggal?
Siapa aku?
Manusia seperti manusia bukan manusia; Apa aku?
Makhluk seperti makhluk bukan makhluk, ahh....Cuma bentuk;TERKUTUK!!
Lalu kamu?
Bukan aku seperti aku, aku?
Terus kita?
Aku kamu makhluk-makhluk terkutuk asing manusia dan seperti-sepertinya, bukan aku? MUNAFIK;-?
Ciputat, 13 Mei 2006
Setangkai Tak Lebih
Kutitip lewat waktu
tanpa puisi hanya kata-kata basi;bisu
Senyap lalu.....
kudengar kabar dari denyutan nadi
sunyi[diam]berlari, siapa peduli:Melati kupetik dari pekarangan pak guru;
Ciputat, 15 Mei 2006
Bunga itu lantang menantang
Bunga itu lantang menantang
meminta dipetik[dihisap madunya
Si kumbang hanya memandang]Pecundang
Pasti salah pestisida
jiwanya terganggu, tubuhnya kelu
Si kumbang merayap Menjajaki batang[dari belakang
Bunga girang batangnya bergoyang
Kupu-kupu tak mau tahu
hanya madu tak perlu cumbu rayu
Bunga layu, kumbang meradang]Gamang
Ciputat, 16 Mei 2006
Sonet:Nama Untuk Kata
Dengan wajah melukis senyum
aku duduk menanti
nama untuk sebuah kata,yang
akan ku rangkai menjadi puisi
kata-kata usang
atau memang terlalu udik,hingga
redup menutup makna
yang terselip diantara batu-batu karang,lalu
aus terkikis,digerus arus
Bulan semakin pucat dalam penantian,ketika
ayam saling bercengkrama
kokoknya membawa mimpi pulang
tapi nama itu tak jua datang
imajipun kembali lelap di ranjangnya
GC, 31 Mei 2006
Pasar pagi
Ibu-ibu tawar-menawar, pedagang
Anak-anak kleptomania, pencopet menarik dompet, lari-lari
Ibu-ibu teriak-teriak, orang-orang
Hiruk-pikuk, bak-bik-buk
Diam, melongo
Ciputat, Mei 2006
Mei '06, 1
PsikoDia
-Dari dan untuk Ly-
I
“Andaikan ku tahu warna cinta..
Bagaimana cara tersenyum
Who are you?”
Dunia tak begitu luas
Coba kau tengok ke atas
Imajikan…….
Sum presentialiter absens in remota…
Biarkan waktu yang menentukan
“Aku tak ingin berimajinasi..
aku hidup di dunia nyata..
dan aku tak ingin punya teman ‘hayalan’”
Aku menyayangimu seperti kata dalam kalimat
dan menjadikanya cerita
mungkin dikenang atau dilupa
“Dari mana kamu tahu?
Dalam hal apa kamu berpikir begitu?
Dan perlu kau tahu
‘Aku TAK seindah IMAJIMU’”
II
Menunggu melawan waktu
Berpacu antara diburu atau memburu?
Menanti lebih pasti dalam mimpi
Tanpa janji: yang teringkari
Aku di sini dan entah……
“Maaf aku tak ingin hanyut dengan mimpimu
Bukan berarti aku tak punya nurani….
Tapi aku sendiri masih mencari
tempat untuk berdiri
Kupikir aku bukan orang yang tepat untukmu
Semoga kau dapat yang terbaik”
Amin……
Dunia nyata memang beraneka rupa
Mimpi tak lebih dari sekedar mimpi
Banyak pertimbangan, keraguan;
Semoga aku bukan sekedar kata
tanpa makna dalam cerita
Terbuang dan terlupa
“Tak akan, semoga itu takan terjadi
Siapapun kamu, aku yakin kamu orang baik, dan:
Aku doakan kebahagiaan untukmu…..”
Ciputat,1-2 Mei 2006
SMS Lirikal
-Koop Amank-
+_ Perasaan datang tanpa diundang
Cinta datang tak pandang siapa orang
Aku hanya manusia biasa yang tak kuasa memendam rasa
?_ Malu selalu membawa ambigu
sembunyi di balik perilaku
Cinta adalah wujud dari rasa
Hati bukan tak peduli
Suka datang mungkin hanya tuk dikenang
+_ Kenyataan hidup harus diterima
rasa malu hanya membuat dilema
dan berakhir dalam kemunafikan
?_ Kenyataan yang mana?
Bila mimpi begitu mendominasi
Imaji memilih jalannya sendiri
Kenyataan hanya kedok
+_ Kita hidup di alam nyata
bukan dalam mimpi ataupun hayalan
Coba tuk wujudkan impian walau hanya perlahan
Biarkan kedok-kedok itu akan terbuka dengan sendirinya
?_ Aku coba merangkai mimpi
merajutnya sebagai motivasi, tapi;
Kenyataan tak pernah lebih indah
Pahit seperti kopi yang kutenggak tadi
+_Pahitnya kopi tak seberapa dibanding jamu
yang ku tenggak subuh tadi, tapi:
Membuat tubuhku sehat juga menyembuhkan penyakitku!!
?_ Sobat bila jamu bisa menyembuhkanmu
maka, aku mengaminkannya
Karena di sini Izrail mulai memanggil
Sobat SMS lirikal yang kau cipta
Mungkin berguna sebagai bekal menghadap Mungkar dan Nakir
+_ Jangan salah sobat itu semua
hanyalah kuasa Ilahi
Hanya amal dan kebaikanlah yang;
Bisa membekali tuk menghadap Mungkar dan Nakir
?_ Kenyataan yang kau berikan membuatku yakin
Bekal yang kau berikan akan lebih berguna
Daripada kuasa Ilahi, atau mungkin
Di catatkan sebagai amal soleh pada Rokib
+_ “LAAILAAHAILLAWLOOH”
Tiada Tuhan selain Allah, dan
Tiada satu orang pun yang bisa mengalahkan kehebatannya…!!
?_ Sobat bukankah kau sama hebatnya
Aku mengenal Tuhan dari segala ciptaannya
Begitupun aku mengenalmu
+_ Jangan takabbur sobat
manusia tak luput dari salah dan dosa
Sejauh mana kau mengenaliku??
?_ Aku memang hanya manusia biasa
Seperti yang lain, mengenal Tuhan dari makhluk
Mengenal materi dari bentuk
Mengenalmu dari kata-kata yang kau cipta
+_ Kata-kataku yang baku membuat kau mengenaliku, dan;
Membuatku berpikir tuk cari tahu siapa kamu
Ciputat, 6 Mei 2006
April '06
Bayang-bayang
-Untuk Sy-
Ketika hujan menyiami putik-putik bunga
asa yang mulai bernanah
Sambaran kilat membawa siluet
Wajah yang tak bisa ku jumpa
Hari ini, sebatang rokok menjadi teman
Kata-kata aku harap bisa tersampaikan
Untuk bayang yang tak pernah hilang
Bayang suci
murni
jernih
Dalam sepi dari segala
Pada malam ku titip salam
“Apa kabar, Bunga?”
Ciputat, April 2006
Malam I
Malam kembali menyergapku dalam sunyi
Mengajakku berkelana menyusuri bintang
Bersama malam aku bersembunyi
Dari terang yang memanggang
Pada malam aku bercerita
Tentang rencana dan harapan
Semoga esok hari cerah
Ciputat,April 2006
Secangkir Kopi
Secangkir kopi di pagi hari
Memberi pesan pada hati
Mengingat duka waktu lalu
Pada raut terpaku lugu
Setenggak kopi dari cangkir
Adakah ini sebagai takdir
Ketika air mata mengalir
Masih ada ½ cangkir kopi
Yang tersisa dalam sunyi
Diantara bilik-bilik waktu
Ciputat, 10 April 2006
Apologi
-untuk Ly-
Tuhan tak pernah berkata apa-apa
Manusia yang mengucapkan
Dari mimpi, harapan;
Tercipta kehidupan
Tuhan memang menentukan
Tapi, manusia yang melakukan
Cita-cita, adalah insting
yang menggerakan tubuh
Aku manusia yang pasrah menyeluruh
Bergerak alam insting
Mengalir bersama angin
Ciputat, 11 April 2006
Waktu
Malam ini adalah waktu yang tepat untuk kau menghadap-Nya
Raja Diraja, Pemilik Pencipta
Menundukan kepala, berdoa, meminta ampunan dosa
Lepaskan kuasa dunia, sucikan jiwa
Semua fatamorgana, kekekalan hanya milik-Nya
Raja di langit, raja di bumi
Duduk di antara dua sujud
Ampuni aku
Sirami aku
Tunjukan aku
Sungguh Pemilik Alam
Ciputat,13 April 2006
Merah Senja
Senja memerah di ujung bumi
Di mana kita menghabiskan sisa hari?
Kalong-kalong mulai menghias langit
Surya mengintip dari jendela
“Aku mandi dulu, mungkin akan lebih segar” kau tersenyum
Lebih baik aku rebah, agar reda sedikit lelah, tapi aku tak mau mengaku kalah
Ciputat, 15 April 2006
Salama
-Untuk Hj. Ai-
Dapatkah kau tunjukan sebuah kota
Yang gerbangnya terkunci
Norma dari setiap denyut nadi
Malu menghias tiap pintu
Santun terpancar dari segenap penghuninya
Tapi di mana?---
Kota Salama ada di ujung
Dari pertigaan ambisi belok kanan
Lurus kearah rasio, sampai kau temui mimpi-mimpi
Kota Salama ada di sana
Di antara ego dan imaji
Marhaban bi Madinatissalama
“Akhirnya aku tiba”
Nurani menghadang
Aku terlarang
Kota Salama bukan untukku
Ciputat, 27 April 2006
Maret '06
Waktu pada saat
Wajah sumringah yang tampak;
Senyum selalu terkulum:
Sinar mata penuh binar
Masih terpatri di dalam hati
Terkenang pada saat
waktu kita berjalan
Matahari tak mampu gantikan
Mendung yang menggantung:
sendu bagaikan hantu,menjelma di antara tawa
Kurung batang telah tiba
Liang kubur mulai menganga
Merampas semua segala
Yang masih terpatri di dalam hati
Ciputat, Maret 2006
Malam-malam
Malam tak pernah membiarkan tawaku lepas
Mimpi yak bisa memberiku jawab
“Kena tanggung” Ucapmu saat itu
Angin malam membawa desah
Dalam angan nafasku memburu
“Awas, hati-hati!” Kau mengingatkan
Gelap menghilang dalam pandang
Waktu berjalan lambat di sini
hanya rintihan yang keluar kali ini
“Aaaaaahh…”
Ciputat,Maret 2006
Mimpi sunyi
Sunyi mengiringku pada mimpi
Membawaku ke tempat penuh damba
Di atas bukit hamparan bunga
Berhias kupu-kupu menari
Matahari membuatku terjaga
Dari khayal yang menghianati
Membenamkan segala ambisi
Beserta asa yang tersisa
Di sudut pagi
Di antara kicau burung yang bercicit
Ada senyum yang menyadarkanku
Menggoda segala yang terjaga
Ciputat,Maret 2006
Asa Putus Asa
Ketulusan bukan tanpa tujuan
Tujuanlah yang menghadirkan ketulusan
Rasa suka pasti beserta duka
Karna duka yang mengadakan suka
Tujuanku adalah suka maka aku tulus dalam duka
Manusia hanyalah makhluk
Mengenal segala dalam bentuk
Manusiawi bila mengharap cinta
Terwujud dalam rupa
Ciputat, Maret 2006
Siapa
Biarkan aku mengenal tanpa dikenal, karena
Sebuah nama hanya menjadi kerangkeng dari
kebebasan
dengan nama seseorang menjadi terkurung
dalam wajah kecil dan terbatas
Cukuplah aku dikenal sebagai manusia
walau apapun sebutannya
Ciputat, Maret 2006
Mei '08, an addition
MenungguMu
Malam melahapku dengan rakus
menyisa tanya
meninggalku di tepi
Ketika rembulan semakin tunduk, aku menunduk
menunggu matahari
mebias di ujung belati
menungguMu
jadi Api
Mei '08
:-@
derum knalpot dan bunyi klakson jadi riuh,
mengusir embun tenang. lalu menghilang -terhisap tanah,
melebur jadi debu-
Matahari;
Pun jadi raja
Mei '08
Sarapan
Pagi waktu Lido
angin yang membawa dingin
di pagi pada sela kaki gunung yang semalam kulingkari
riuh pohon menjatuhkan daun tua
ada yang mengganti kulit malam di bawah pancuran matahari
lembut mengusir kabut yang bergelayut
pada mata merah tersisa gundah,
semalam ia resah melafadzkan gambarMu
Ciputat, Juli 06
Tentang 3 Langit
[1]
Sisihkan sedikit untuk bekal nanti
Tabung sedikit batu
sedikit debu
sedikit kayu
juga daun
matahari mungkin enggan berpijar
juga bila nanti langit
Pun...
[2]
dalam lemari itu
kau sembunyikan
Dunia
Langit;
dan
Bintang kecil
yang
kau tinggalkan setelah amarahNya reda
[3]
hari ini ku lihat wajahmu
seperti langit
semalam:awan menjadi bedak
yang menutupi bintang-bintang
juga bulan tersamarkan
-malah semakin kelam-
Ciputat, Juni 2006
Kembali
/I/
Setelak riabuan matahari terbit tenggelam
Akhirnya anak kesayanganMu kembali
Ia masih seperti dulu
Sebelum lari dariMu
hanya tubuhnya semakin hitam
/II/
Terulang kembali:kau campakkan Aku
Ke lembah sunyi tanpa kata kata
Juli 2006
malam...
sepi yang singgah disini
mengajak kedua mata berbicara
tentang angin pagi
tentang lagu sunyi
lalu, mereka bermain petak umpet
di antara helai-helai rambut
sambil sesekali..
terdengar pekik bintang
mengunduh bathin..
12 Maret jam 12:09
Senja ketika..
cobalah singgah sejenak
Perhatikan! rona senja tersipu
menyambut matahari di peraduan
lalu menghilang di antara bintang
cobalah tengok sesaat
musim hujan telah tiba
angin begitu buas menggilas
kakikaki tanpa alas
Dan aku terhempas..
13 Maret jam 13:17
2007
Dari mata,
hujan turun membasahi pipi yang bergetar
ditempa dingin angin
rona senja memantul dari daun basah
seperti senyum yang rekah dari bibirmu
ketika hujan reda
Ciputat, Juni 2007
Mu
Angin yang berhembus di dekat telingaku
siang tadi berbisik
menyebut namaMu
Malam mencipta bayang dilangit
yang ku pandang
bayang wajahMu
Senyum yag kau pancarkan
menjadi mentari yang selalu hadir
Di Pagiku
Ciputat, 24 Juni 07
Tentang Detik (sebelum akhirnya)
Waktu yang berdentang di dinding mengalir
Lembut berbisik ditelinga
“Detik ini yang akan mengantarmu tidur”
Lalu terbang di langit-langit
Sebelum pecah dan membaur
Bersama udara yang terhirup
dalam rongga rongga dada
Waktu ini,
apakah ia yang mengerakan bibir dan lidah untuk berlafadz
Mata dan hati untuk mengikat
Bayangmu di sini?
Kertamukti, 280807
Mu, 2
Mata mungkin bisa terpejam
Mulutpun bisa membungkam
dan tubuh hanya bisa terdiam
tapi,
Tidak dengan hati ini!
Ia selalu melihat bayangmu
selalu menggumamkan namamu
selalu bergerak mencari dirimu
Kertamukti. 260807
Selamat Pagi
Embun mulai berbaring di bahu malam
Pertanda sebentar lagi matahari terbit
Embun dan malam perlahan pasti kembali kepadaNya
Matahari itu yang membuat embun tetap anggun dan santun
Lalu merenggutnya sebelum yang lain terbangun
Matahari itu yang menyingkap selimut malam dan membuka kelopak mata kita
Lalu terjaga...
Embun itu menjadi indah karena bias mentari
(Ketika ia menggantung di ujung daun)
Lalu menghilang...
Ciputat, September 07
Kembali
Desir angin lembut menyapu ubun-ubun
lamat-lamat memasuki rongga telinga
menjadi bisikan yang bergumpal
Kemudian pecah...
“Kembalilah padaKu: ...”
Ciputat, 27 Des 07
Ketika ku terlentang
Bola lampu di atas kepalaku
Menambat mataku
mengikatnya dengan pijar-pijar lembut
kemudian mencumbunya
Waktu semakin larut
Saat ia pergi membawa mata itu
meninggalkanku dalam kabut
Ciputat, 27 Des 07
Senyuman itu
Ibarat mawar yang mekar
di pekarangan tetangga
Menggoda...
tapi tak bisa sembarang dipetik
Bukan hanya karna durimu tapi juga karna Pemilikmu
Juga karna bukan hanya aku yang melirikmu
Ciputat, Des 07
Pantai Carita
Matahari turun bersama air laut yang pasang
Karang kerang terendam
dalam siluet senja dan hembusan angin;
Hai... jangan padamkan lilinnya!
Des 07
Seperti...
seperti matahari..
ia hadir menghapus kegelapan
dan kesepian
memberi keindahan makna warna
membuka mata-mata para pengembara
ia tegar, ia sabar
mendung pun tak akan mampu menghadang
sinarnya; bahkan badai
tetap berhiaskan senyum
selalu anggun
seperti itu Nurani..
Ciputat, 19 Juni 2009
Pesona
kemana larinya ia?
sesaat tadi ia datang, lalu hilang
ia jengah..
padahal belum sempat ku telaah
mungkinkah ia ada di langit itu?
di antara gelap malam dan awan kelam
perlahan namun pasti
ia memikat hati
memberi pelagi di dinding-dindingnya
membawa pesona di sudut mata.
Malam
Menghibah kenangan pada ranjang reot;
Bunga-bunga memekar di atasmu