Juni '06, 3

Sabtu, 01 Agustus 2009 , Posted by Dana K at 11.15

Rembulan menghiba sepi

Rembulan menghiba sepi (seperti kucing yang
menatap
di tengah makan siang) di sisa malam
di antara warna-warni lampu jalan dan sorot mata pekerja malam. Ia undur di balik gedung namun sinarnya masih memantul (dan tampak lebih tua, berkeriput) di kaca-kaca jendela, di kolam taman,
di sini...
Bulan yang mulai pucat kini (seperti
anak gadis yang hilang
keperawanan) tegakkan kepala menyambut mentari, sementara bintang satu-satu pergi.
Ciputat, 20 Juni 2006





Kertamukti, 1

Matahari yang menyembunyikan bayang di antara jejak kaki; rimbun pohon tak dapat mencegah keringat yang melunturkan taburan bedak, juga debu-debu yang menyelinap di pori kulit
angin perlahan lalu...
Raungan yang mengajak zikir dari toa-toa di menara; peduli amat, lipstik belum dipoles, parfum berganti apek; pak polisi tak mau ketinggalan menyeruput es teh sambil sesekali matanya melirik; pengendara motor tanpa helm; kepedean

Ciputat, 22 Juni 2006







Kertamukti, 2

- Mendung menjadi penengah antara gelap timur dan merah barat: abu-abu senja
- Langit bersepakat Matahari memerah;
- bunga sedap malam bermekaran
sudah
Ciputat, 22 Juni 2006











Angin yang menggigil
- Untuk Mimi -

Aku dengar kabar dari angin yang menggigil
Ia mengajakmu pulang
Dari kamar mungil
Ke ranjang
sunyi
Bulan bulan yang menyatukan kita
meninggalkan
kenangan menggantung
pada dinding bisu
Ciputat, 23 Juni 2006






bunga di halaman

Ku petik bunga di halamanmu
kutanam di halamanku sambil
melirik
halaman lain: masih adakah
bunga yang mekar? Biar kupetik!
Di halamanku ramai
Sebelum senja tiba satu satu layu
Mati
Ku kubur di taman makam bunga sebelum gelap
memeluk
hanya sedap malam yang berziarah; berdoa agar
terlepas dari sini
Ciputat, 23 Juni 2006

Ragara

Sabar
terus sabar
Ia masih mendengar
meski semua hingarbingar
atau kau datang dengan muka sangar
Raturatu pengundang nafsu
satusatu menjadi piatu
kecuali Aku
kamu
Ragara
garagaraga
ragaragaragara
garagaragaragaraga
Mata-Nya jadi bara
Ciputat, 24 Juni 2006


Langit ketujuh

Waktu itu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang) Kau mendekat
mengajakku bermain (setelah telibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar) ke puncak tujuh langit
Lalu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar angin
warna-warni dan
deru) perlahan membunuhku
Ciputat, 25 Juni 2006




Senyum langit

Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar menyapa mimpi yang baru ku rangkai, lalu lelap
menenggelamkanku sebelum sempat ku simpan
senyummu di sudut mata
Pagi ini ku cari senyummu di tumpukan buku, di bawah kasur
Moga-moga ada
biar ku simpan dalam pigura;dan
ku kirim untuk semesta
tadi
langit meminta senyummu;kembali
Ciputat, 27 Juni 2006







Sonet:Hendak(ka)lah!

Jika malam ini tak ku dapati
entah nasib puisi nanti
reduplah! Mata-mata jalang yang menatap
nada-nada sinis mengalun tanpa rima
imaji menelungkup di akar-akar rumput
hendaklah!Malam ini disempurnakan
Sesaat bunyi merenggut makna
yang mengapung dalam hampa
aku lalai terlena dalam rayu
Roh Yang MahaMaha
indah dalam dekapannya;walau
fatamorgana yang Kau berikan
aku tekadkan bila...
hendakkah?Malam ini disempurnakan
Ciputat, 29 Juni 2006

Musim penghujan

Musim penghujan ini, Para penyair kembali ke ladang-ladang bait
Menyemai bibit-bibit kata yang di dapat dari hutan bintang utara
Berharap-harap: semoga tahun ini swasembada puisi
Ibnu Shina, 30 Juni 2006












Tentang 3 Langit

[1]
Sisihkan sedikit untuk bekal nanti
Tabung sedikit batu
sedikit debu
sedikit kayu
juga daun
matahari mungkin enggan berpijar
juga bila nanti
Pun mungkin...
Sisakan untuk bakal nanti
Simpan sisa batu
Sisa debu
Sisa kayu
juga daun
Karna langit
Pun...
[2]
dalam lemari itu
kau sembunyikan
Dunia
Langit;
dan
Bintang kecil
yang
kau tinggalkan setelah amarahNya reda
[3]
hari ini ku lihat wajahmu
seperti langit
semalam:awan menjadi bedak
yang menutupi bintang-bintang
juga bulan tersamarkan
-malah semakin kelam-
Ciputat, Juni 2006
Ku Lihat Senyummu
Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar
menyapa mimpi yang baru kurangkai
lalu lelap menenggelamkanku
sebelum ku simpan senyummu
di sudut mata
pagi ini ku cari senyummu
di tumpukan buku
di bawah kasur
moga-moga ada
nanti ku pajang dalam pigura; dan
Ku kirim untuk semesta
Baru tadi langit meminta senyummu, kembali
Ciputat, Juni 2006

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar