Juni '06, 1
Hujan
Hujan ini adalah
keringat yang kita peras tadi malam
Setelah kita membunuh 30 orang kafir
Kilat ini seperti kokok ayam
Yang setia menyambut pagi
Memberi batas waktu untuk kita sudahi
Petir yang menggelegar di sini
Adalah derik ranjang besi
Yang kendur melawan waktu
Hujan ini
Kini menyirami ladang-ladang
Yang selalu merasa gersang
Tampomas, 2 Juni 2006
Surga itu
Ada di bawah telapak kaki ibu:katamu
Sayang ibuku tiada,tapi
Kulihat:ibuku wanita ->ada
wanita
Telapak kakinya merah muda
Juga betisnya...
Aku tenggadah
Kawan:surga itu ada di atas telapak kakinya
Ciputat,03 Juni 2006
Mulanya
Pada mulanya kata
Tercecer di tiap-tiap benda
Lalu ku rangkai dalam lemari puisi
ku beri warna juga bunyi
Semalam kata mengeluh
“lemari puisi terlalu sesak
penuh aroma ketiak,apek”
Dahiku mengkerut,tak ada tempat lagi
Aku takmau repot:kupotong
Ciputat, 4 Juni 2006
Rindu dingin
I
Di kamar ini ada rindu yang meracau
Dari suara hati yang parau
Ketika rinai hujan mengalun
Bersama petir, menjadi harmoni
2:30 ada igau lembut
Di antara dengkur dan helaan-helaan nafas
Panjang
Juga angin yang menggiring dingin
II
Dingin itu yang mempertemukan kita
Ketika bintang-bintang berserikat,sembunyi
Bulanpun pucat menutup diri
Kita berdua sepakat, di sini
Diam tanpa imaji
Juga naluri kita simpan dalam peti
Hanya nurani, biarkan berlari, hingga lepas
Sendi-sendi lutut kita
Ciputat, 4 Juni 2006
hari ini
ketika titik embun melahirkan kata kata
kuhanyutkan tubuhku dalam pusaran cacimaki
Sunyi sebelum deru motor menabraknya
bahkan langit tak nampak biru
Hanya matahari masih lelap di ranjangnya
berselimut awan awan kelabu
Kupersembahkan ragaku pada luka
namun nyeri tak jua menghampiri,lalu
Kuberikan tulangbelulangku pada anjing anjing yang meraung haru
Dan kugadaikan airmataku pada amarah agar
tak ada nestapa
Tiada yang ingat hari ini
Ketika Batara Kala menelan mimpi mimpiku
Kusisakan hatiku untukMu
Tampomas, 5 Juni 2006
setangkai
Setangkai bunga ku pegang, sisanya di mana mana
di sudut jendela lagi bimbang
di samping kubur sedang tafakur
di atas langit langit melayang
Setangkai bunga yang aku genggam, coba berontak
sembunyi di selasela jemari
Ku cengkram erat, ketat -tak kan ku biarkan lepas-
Bunga itu menusukku denga duri durinya
Menyirami tubuhnya dengan darahku
terkejut
Ku buka tanganku, bunga meloncat –ngibrit-
GC, 6 Juni 2006
Currently have 0 komentar: