Juni '06, 1

Selasa, 21 Juli 2009 , Posted by Dana K at 11.09

Hujan

Hujan ini adalah
keringat yang kita peras tadi malam
Setelah kita membunuh 30 orang kafir

Kilat ini seperti kokok ayam
Yang setia menyambut pagi
Memberi batas waktu untuk kita sudahi

Petir yang menggelegar di sini
Adalah derik ranjang besi
Yang kendur melawan waktu

Hujan ini
Kini menyirami ladang-ladang
Yang selalu merasa gersang

Tampomas, 2 Juni 2006
Surga itu

Ada di bawah telapak kaki ibu:katamu
Sayang ibuku tiada,tapi
Kulihat:ibuku wanita ->ada
wanita
Telapak kakinya merah muda
Juga betisnya...
Aku tenggadah
Kawan:surga itu ada di atas telapak kakinya


Ciputat,03 Juni 2006






Mulanya

Pada mulanya kata
Tercecer di tiap-tiap benda
Lalu ku rangkai dalam lemari puisi
ku beri warna juga bunyi

Semalam kata mengeluh
“lemari puisi terlalu sesak
penuh aroma ketiak,apek”
Dahiku mengkerut,tak ada tempat lagi
Aku takmau repot:kupotong
Ciputat, 4 Juni 2006






Rindu dingin

I

Di kamar ini ada rindu yang meracau
Dari suara hati yang parau
Ketika rinai hujan mengalun
Bersama petir, menjadi harmoni

2:30 ada igau lembut
Di antara dengkur dan helaan-helaan nafas
Panjang
Juga angin yang menggiring dingin

II

Dingin itu yang mempertemukan kita
Ketika bintang-bintang berserikat,sembunyi
Bulanpun pucat menutup diri
Kita berdua sepakat, di sini
Diam tanpa imaji
Juga naluri kita simpan dalam peti
Hanya nurani, biarkan berlari, hingga lepas
Sendi-sendi lutut kita

Ciputat, 4 Juni 2006












hari ini

ketika titik embun melahirkan kata kata
kuhanyutkan tubuhku dalam pusaran cacimaki
Sunyi sebelum deru motor menabraknya
bahkan langit tak nampak biru
Hanya matahari masih lelap di ranjangnya
berselimut awan awan kelabu
Kupersembahkan ragaku pada luka
namun nyeri tak jua menghampiri,lalu
Kuberikan tulangbelulangku pada anjing anjing yang meraung haru
Dan kugadaikan airmataku pada amarah agar
tak ada nestapa
Tiada yang ingat hari ini
Ketika Batara Kala menelan mimpi mimpiku
Kusisakan hatiku untukMu

Tampomas, 5 Juni 2006
setangkai
Setangkai bunga ku pegang, sisanya di mana mana
di sudut jendela lagi bimbang
di samping kubur sedang tafakur
di atas langit langit melayang
Setangkai bunga yang aku genggam, coba berontak
sembunyi di selasela jemari
Ku cengkram erat, ketat -tak kan ku biarkan lepas-
Bunga itu menusukku denga duri durinya
Menyirami tubuhnya dengan darahku
terkejut
Ku buka tanganku, bunga meloncat –ngibrit-

GC, 6 Juni 2006

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar