Desember 2006

Posted by Dana K on Rabu, 26 Agustus 2009 , under | komentar (0)



Mata ini

Melihatmu sepotong tahu
Di atas meja sisa makan tadi malam
Bercerita tentang Dia pada meja yang kaku
Terdiam…

091206









Duduk di halte

Menatap purnama yang semakin condong ke barat
Desir angin yang membawa kabut dingin
Lampu lampu kendaraan di jalanan sepi
Adalah wajahmu yang kupandangi di sini
Di tempat yang kita sepakati menjelang pagi
(sebelum malam luruh oleh senyum mentari)

1206

November 2006

Posted by Dana K on Jumat, 21 Agustus 2009 , under | komentar (0)



Salam untuk matahari

Bayang bergeliat di sela kaki
Mengajak mimpi berlari
Lari di antara cicit burung
dan kokok ayam
dari teras
Mekar melati kabarkan
Kabar, tentang murung matahari
Dalam derum menggumpal
kabut yang lembut mencerna maut
071106










Menjumpamu

Tak seperti menghirup udara
Setiap waktu sesukaku
Sesekali ku campur
dengan asap tembakau
Menjumpamu
Seperti membeli baju lebaran
Hadiah dari Bapakku
Sebab kamu adalah rumput di tanah lapangku
Tetap ada meski kemarau menerpa
081106










Dinding

Coba kau perhatikan
Dinding itu pun
punya mata yang mengawasi
Gerak gerik hati kita
Saat detak mendahului detik dan mata
Menjadi nanar dalam bisu
Dinding itu menjadi saksi
Dengan mata yang tak pernah rabun dan terselip
Debu dari musim panas berkepanjangan
Dinding itu (mungkin telah biasa
Melihat kita) menjadi puing
111106







Pukul 03:03 ada yang terjaga

Pukul 03:03 ada yang terjaga
Dari mimpi tentang surga dan para ksatria berkuda
Tentang peperangan yang dimenanginya
Siang tadi,
Lalu angin
menggumamkan mantra
menyirapnya agar terlelap
kembali
131106











Di tepi senja tadi

Di tepi senja tadi, awan berarak ke utara
Mungkin lelah
Setelah seharian tadi bergumul dan memuntahkan
Amarahnya di atas kota itu
Dan tak pernah peduli
Untuk menengok
Lagi…

Nov,06











Dan Pagi

Adalah matahari yang mencumbuku
Selepas kau bangun dan bergegas
Pergi dari tempat ini
Butir butir embun itulah yang menggerayangi tiap pori
Sambil sesekali mencium ujung kulitku
Kemudian lenyap sebelum sempat ku hela nafas
Dan angin menidurkan ku
Kembali di pangkuanmu
181106










Matahari

“Bukan salahku” katamu
Saat angin membelai rambut malam
Menerbangkan helai helainya yang lapuk
Terbungkus mata
Mata yang terkenang
“Bukan salahku, salahkan matahari
Yang membunuh kenangan
Dengan hangat terbitnya”
Nov 06

Balada tiang listrik

Posted by Dana K on Minggu, 16 Agustus 2009 , under | komentar (0)




Dari pinggir jalan
Tak terhitung berapa
Wajah yang kulihat di balik kaca
Mobil mobil yang selalu berdesakan
Di waktu terbit dan tenggelam

Wajah ceria anak anak berseragam
Sambil lalu mengeja pamflet yang ditempel di tubuhku
Oleh orang kikir tak mau bayar pajak
Siapa peduli
Pada angin kabarkan badai
Ledak guntur pecah gema
Samar kulihat wajah lelah
Di balik kaca berembun
Diantara bunyi klakson
021006

September '06

Posted by Dana K on Selasa, 11 Agustus 2009 , under | komentar (1)



Waktu menunggu

Tak seperti menunggu
Hanya diam terduduk sewaktu waktu melirik
Menyapa…
Terang waktu di hati, di kursi
Merebut sinar matahari
Tak seperti menunggu
Remah berceceran di tanah; jangan dihirau
Cicit burung resah dalam sangkar
Jadi teman satua arah
040906





Batu

Pada siang terik
Matahari menguap keringat
Dan peluh membakar
Tubuh lusuh, luruh
Bayang terpaku pada batu, bisu
130906





Satu Bulan

Cukupkah satu bulan
Menerangi jagat
Yang gelap sepanjang waktu
Satu bulan aji mumpung
Cukup untuk berkemas
Mumpung terang
Jangan lupa berias
Bukankah di balik bulan itu ada pesta
130906




Kembali,2

Senyum yang kau ukir senja itu
Menjadi kerlip yang kusimpan
Dalam kamar kecil, di pojok tembok
Bulan menganggun di antara mata
Masihkah ada tanya
Tentang bintang timur yang setia
Menunggu esok senja terukir kembali
130906




Dan hujan turun

Dan hujan turun ditengah lapang
Sebagian menyelusup di sela rumput
Sebagian terbang menghilang; jadi awan
Senjapun datang dan matahari bersandar
Di punggung meresapi kata
Mata ini masih menyimpan bias senyumMu
160906





Déjà vu (Mesin waktu)

Kau yang kusetubuhi dalam gelap
Jalan itu masih sama, kali ini bukan malam
Hanya kamar temaram, di taman, lampu tak jua padam
Apakah itu matahari yang menyelinap
Di jendela membakar tubuh beku
Sayap sayap terbangkanku pada tepi senja
Angin menghembus aroma teluh
Malam membasuh belantara bintang
Harusnya kusetubuhi kau
170906




Puisi

Di kamar ini aku dan kau
Mengiris kata kata di atas meja
Merebusnya hingga matang; menjadi puisi
Untuk menentang langit
Untuk menggerakkan angin
Untuk membakar istana
Dan meratakan gunung yang arogan
dengan Sabda
210906




Jejak

Melangkahlah padaku
Setapak setapak; tak perlu berlari
Ranjang ini masih menyimpan malam
Di bawah bantal berguling dingin
Jejakmu masih tampak jelas
Di atas debu yang menutup batu
210906





Bakar!

Bakar! Bakar!
Semua bukti yang menyudutkan
Jadikan abu sampai ke akar
Bakar! Bakar! Bakar!
Alam atau manusia yang meranggut
Sama saja karena embun pagi, pagi nanti pasti
Sebelum hujan membunuh dan menghempasnya keselokan
210906




Ranjang

Ranjang gosong di kamar itu
Bersepreikan debu
Sejak malaikatnya pergi lalu
Membakar malam malam surga
Menjadi abu abu abu
210906



Merdeka

Seperti embun yang melepas jubah malam
Menyongsong mentari dengan senyum
Lalu terik perlahan merampasnya
210906

1 Manusia & 1 Gelas Kopi

Sore hari di Tampomas
1 manusia & 1 gelas kopi
Memandang mobil motor lalu lalang
1 gelas kopi; menemani sepi yang sekarat
1 manusia; menyeruput malam sekali lagi
Ciganjur, 230906

Lebaran kali ini

Di langit, bedug lama bertalu
Di bumi, petasan kembali biru
Di atas pusara, matahari malu
260906

Agustus '06

Posted by Dana K on Kamis, 06 Agustus 2009 , under | komentar (0)



Laut yang melahap matahari senja
Tubuh ini adalah
Laut yang melahap matahari senja
tidak pada lintang atau bujur
angin malam mengantar nelayan ke peluknya
hanya bintang yang menuntun
Jiwa ini adalah
titik-titik embun yang membasahi putik bunga
sisa jejak-jejak halimun
mengaburkan purnama
Sampai di sini harus di akhiri

GC, 12 Agustus 2006






Istimewa
-Untuk Mumtaz-
seperti rumput yang menggantung embun
pada ujungnya membias kilau pelangi
cicit burung menjadi rhytm
Saat senyum kau sibakkan
dari wajah yang tertunduk
sepasang mata putih hitam melirik
Kebahagiaan
-bahkan semutpun lupa bersalaman-

GC, 18 Agustus 2006








Selepas kini
Pura-pura saja ia
saat mandi di bawah pancuran matahari
tak nampak bosan menyentuhnya
Coba saja tahan ia
beberapa saat pasti kembali
menyeruak senyum di sela bibirnya
Masih semangat tampangnya
bercerita tentang perjalanan ke sini
selepas ujian ia
tersesat memutari jalan yang sama
“menerka-nerka jalan yang pernah kita lewati walau hanya sekali”
Jika saja...
Kini hanya tersisa gambar di kursi

GC, 21 Agustus 2006





Cermin
Cermin yang tergantung miring
Di kamar itu kau
Mengamati gerak gerikku
Sesekali mata kita bertemu
Mewartakan duka dalam pasungan
Agustus 2006

Dzikir
Di langit malam ini
Berkumpul doa para pengembara
Menjadi gugus bintang
Yang bertahajjud padaMu
Agustus 2006





Tahukah rasanya keinginan dan ketakutan bercampur cemas
(dalam ketidakpedean)
Seperti cermin retak dalam ruang rias pengantin
Seperti aku dihadapkanMu
Agustus 2006



Penjaga Gudang
Siang hanyalah lampu neon
Dan langit adalah tumpukan pallet
Menyimpan malam di sudut sudut
Dibalik pintu surga yang terbuka
Setelah bel berbunyi
Malaikat malaikat berhamburan
300806

Juli '06

Posted by Dana K on Senin, 03 Agustus 2009 , under | komentar (0)



Haiku
/I/
Segelas es tawar
O, Nikmat
Dalam cucuran keringat
/II/
Kokok ayam
Sinar mentari
Perlahan membuka mata
Tanka
Kumandang adzan
Menyeruak dalam pekik
Terlintas bayang
Gagak terbang memutar
Di atas kepala kikuk
Juli 2006

Silahkan!!!
Datang saja ke sini
biar kancing ini jadi saksi
saat perlahan kau lucuti
Kita telanjang
tiada hijab terpasang
dalam mata yang selalu menerawang
Mata ini adalah cincin yang menghias jari manisMu
Juli 2006










Kembali, 1
/I/
Setelak ribuan matahari terbit tenggelam
Akhirnya anak kesayanganMu kembali
Ia masih seperti dulu
Sebelum lari dariMu
hanya tubuhnya semakin hitam
/II/
Terulang kembali:kau campakkan Aku
Ke lembah sunyi tanpa kata kata
Juli 2006









Pagi waktu Lido
angin yang membawa dingin
di pagi pada sela kaki gunung yang semalam kulingkari
riuh pohon menjatuhkan daun tua
ada yang mengganti kulit malam di bawah pancuran matahari
lembut mengusir kabut yang bergelayut
pada mata merah tersisa gundah,
semalam ia resah melafadzkan gambarMu
Ciputat, Juli 06









Dahulu ia
Dahulu (sebelum sungai itu menjadi
selokan hitam) ia mengajariku berenang
mengarungi riak
juga jeramnya
Waktu itu (sebelum petak sawah menjadi
pabrik yang kotorannya menghitamkan
sungai) ia memberiku senyum tulus
dalam kubangan lumpur
juga ketika (bukit belum menjadi
rata dan ditinggikan oleh gedung kaca) ia memaknai
kerja keras menuju puncak
ada tebing yang harus didaki
ada jurang yang harus dilalui
Kini (di sisa halaman yang ada) aku menantinya
kembali
Ciputat, Juli 06

Sebelum akhirnya
Masih jelas di sini
bayang yang memanjang darimu
ketika lampu-lampu menyorot
tiap gerak
tiap lekuk gemulai
Burung gagak yang berkoak di puncak senja
“lihat matahari itu undur perlahan
setelah ia melakukan tugasnya
sebelum akhirnya, akupun ingin seperti itu”
Ciputat, Juli 06




Malam di Lido
Di sini...
Kubingkai bayang pada dinding malam
Agar bisa kupandangi Kau seluruh
Lalu senyum seteduh rembulan dan mata
Sekerdipan bintang
Melukis jelas wajahMu
Disana...
-Apa kabarMu?-

Lido, Juli 2006










Bunga yang menjadi debu
sudah berulang kali:di pagi basah
dalam bening embun
kau semai bibit bunga
pada sepetak tanah
satu satunya milikmu
Akan kupersembahkan bunga ini
untuk Kekasihku nanti malam
sambil tersenyum membayangkan
malammu dengan Kekasih nanti
Lalu kau rawat bunga itu sepanjang waktu
diberi pupuk terbaik:agar kau
menjadi bunga terbaik
harapmu padanya
sebelum tiba angin memetik
menerbangkan bunga
menjadi debu di sore harimu
Masih ada esok hari: bisikmu
03072006
Matamu Mataku
Adakah kesempurnaan tercipta antara kita
dari matamu juga mataku
Matamu adalah lampu tembak
yang kau sorotkan ke pupil mataku
ketika kuterbangun dari tidur
bukan tak mampu memandangmu
Mataku adalah Cermin
Yang Retak
apa yang kau lihat?
Matamu atau Mataku
(kita sepakati)

Ciputat, 14 Juli 2006







Tanka
Kumandang adzan
Menyeruak dalam pekik
Terlintas bayang
Gagak terbang memutar
Di atas kepala gemetar

Juni '06, 3

Posted by Dana K on Sabtu, 01 Agustus 2009 , under | komentar (0)



Rembulan menghiba sepi

Rembulan menghiba sepi (seperti kucing yang
menatap
di tengah makan siang) di sisa malam
di antara warna-warni lampu jalan dan sorot mata pekerja malam. Ia undur di balik gedung namun sinarnya masih memantul (dan tampak lebih tua, berkeriput) di kaca-kaca jendela, di kolam taman,
di sini...
Bulan yang mulai pucat kini (seperti
anak gadis yang hilang
keperawanan) tegakkan kepala menyambut mentari, sementara bintang satu-satu pergi.
Ciputat, 20 Juni 2006





Kertamukti, 1

Matahari yang menyembunyikan bayang di antara jejak kaki; rimbun pohon tak dapat mencegah keringat yang melunturkan taburan bedak, juga debu-debu yang menyelinap di pori kulit
angin perlahan lalu...
Raungan yang mengajak zikir dari toa-toa di menara; peduli amat, lipstik belum dipoles, parfum berganti apek; pak polisi tak mau ketinggalan menyeruput es teh sambil sesekali matanya melirik; pengendara motor tanpa helm; kepedean

Ciputat, 22 Juni 2006







Kertamukti, 2

- Mendung menjadi penengah antara gelap timur dan merah barat: abu-abu senja
- Langit bersepakat Matahari memerah;
- bunga sedap malam bermekaran
sudah
Ciputat, 22 Juni 2006











Angin yang menggigil
- Untuk Mimi -

Aku dengar kabar dari angin yang menggigil
Ia mengajakmu pulang
Dari kamar mungil
Ke ranjang
sunyi
Bulan bulan yang menyatukan kita
meninggalkan
kenangan menggantung
pada dinding bisu
Ciputat, 23 Juni 2006






bunga di halaman

Ku petik bunga di halamanmu
kutanam di halamanku sambil
melirik
halaman lain: masih adakah
bunga yang mekar? Biar kupetik!
Di halamanku ramai
Sebelum senja tiba satu satu layu
Mati
Ku kubur di taman makam bunga sebelum gelap
memeluk
hanya sedap malam yang berziarah; berdoa agar
terlepas dari sini
Ciputat, 23 Juni 2006

Ragara

Sabar
terus sabar
Ia masih mendengar
meski semua hingarbingar
atau kau datang dengan muka sangar
Raturatu pengundang nafsu
satusatu menjadi piatu
kecuali Aku
kamu
Ragara
garagaraga
ragaragaragara
garagaragaragaraga
Mata-Nya jadi bara
Ciputat, 24 Juni 2006


Langit ketujuh

Waktu itu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang) Kau mendekat
mengajakku bermain (setelah telibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar) ke puncak tujuh langit
Lalu (setelah terlibat
percakapan pendek panjang, menjemukan
sebelum rayu mengantar angin
warna-warni dan
deru) perlahan membunuhku
Ciputat, 25 Juni 2006




Senyum langit

Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar menyapa mimpi yang baru ku rangkai, lalu lelap
menenggelamkanku sebelum sempat ku simpan
senyummu di sudut mata
Pagi ini ku cari senyummu di tumpukan buku, di bawah kasur
Moga-moga ada
biar ku simpan dalam pigura;dan
ku kirim untuk semesta
tadi
langit meminta senyummu;kembali
Ciputat, 27 Juni 2006







Sonet:Hendak(ka)lah!

Jika malam ini tak ku dapati
entah nasib puisi nanti
reduplah! Mata-mata jalang yang menatap
nada-nada sinis mengalun tanpa rima
imaji menelungkup di akar-akar rumput
hendaklah!Malam ini disempurnakan
Sesaat bunyi merenggut makna
yang mengapung dalam hampa
aku lalai terlena dalam rayu
Roh Yang MahaMaha
indah dalam dekapannya;walau
fatamorgana yang Kau berikan
aku tekadkan bila...
hendakkah?Malam ini disempurnakan
Ciputat, 29 Juni 2006

Musim penghujan

Musim penghujan ini, Para penyair kembali ke ladang-ladang bait
Menyemai bibit-bibit kata yang di dapat dari hutan bintang utara
Berharap-harap: semoga tahun ini swasembada puisi
Ibnu Shina, 30 Juni 2006












Tentang 3 Langit

[1]
Sisihkan sedikit untuk bekal nanti
Tabung sedikit batu
sedikit debu
sedikit kayu
juga daun
matahari mungkin enggan berpijar
juga bila nanti
Pun mungkin...
Sisakan untuk bakal nanti
Simpan sisa batu
Sisa debu
Sisa kayu
juga daun
Karna langit
Pun...
[2]
dalam lemari itu
kau sembunyikan
Dunia
Langit;
dan
Bintang kecil
yang
kau tinggalkan setelah amarahNya reda
[3]
hari ini ku lihat wajahmu
seperti langit
semalam:awan menjadi bedak
yang menutupi bintang-bintang
juga bulan tersamarkan
-malah semakin kelam-
Ciputat, Juni 2006
Ku Lihat Senyummu
Semalam ku lihat senyummu di tembok kamar
menyapa mimpi yang baru kurangkai
lalu lelap menenggelamkanku
sebelum ku simpan senyummu
di sudut mata
pagi ini ku cari senyummu
di tumpukan buku
di bawah kasur
moga-moga ada
nanti ku pajang dalam pigura; dan
Ku kirim untuk semesta
Baru tadi langit meminta senyummu, kembali
Ciputat, Juni 2006